Rabu, 26 Oktober 2011

bukit kerang kawal darat ( BKKD ) 2011



Rakhmad Sayafriadi Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM )
“ Kawal adalah kampung tua yang banyak menyimpan kisah masa lalu. Sekilas, tidak ada yang menarik dari tumpukan sampah kerang itu. Memang ada yang mengundang tanya, yakni mengapa kulit kerang dalam jumlah besar ditumpuk disuatu tempat hingga membentuk sebuah gundukan tanah. Berdasarkan informasi yang berhasil digali dari warga di kawasan Kawal, ada sisi lain yang menarik dari tumpukan kulit kerang itu. Masyarakat tersebut mengatakan bahwa pernah ada beberapa orang datang ke tempat tersebut. Mereka menginap dan seperti bersemedi. Tumpukan kerang itu bukan sekedar tempat yang memiliki aura mistis saja, melainkan juga sebuah jejak peninggalan sejarah yang nyaris terkubur seiring dengan berjalannya waktu. Tumpukan kerang itu dalam istilah sejarah dikenal dengan sebutan kjokkenmoddinger, berasal dari Bahasa Denmark yang berarti sampah dapur.
Nama atau istilah Bukit Kerang di ambil dari gundukan tanah yang sebagian besar materialnya berasal dari cangkang kerang-kerangan. Kerang-kerangan ini merupakan sisa makanan manusia purba yang hidup pada masa mesolitikum atau masa perubahan antara zaman batu ke zaman perunggu sekitar 3000 tahun – 5000 tahun sebelum masehi.
 "Bukit Kerang ini sebenarnya ditujuka untuk tiga kategori destinasi wisata, diantaranya wisata mangrove yang bisa dinikmati dengan melewati jalur sungai, wisata budaya dan agrowisata, dimana diareal jalan darat ke Bukit Kerang pengunjung akan melewati perkebunan sawit,
Lokasi bukit kerang itu berada di kawasan Kawal Darat,  jl.Pantai Trikora kelurahan kawal , sekitar 40 kilometer dari pusat kota Tanjungpinang. Secara administratif, kawasan ini masuk wilayah Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan
Bukit Kerang yang ditemukan di kawasan Kawal itu sendiri memang tidak terlalu tinggi. Bentuknya tidak sampai menjadi bukit, melainkan hanya sebatas tumpukan kerang saja. Tingginya saat ini dari permukaan tanah sekitar 5 meter, atau 12 meter di atas permukan laut. Lebar gundukan Bukit Kerang mencapai 18 x 24 meter. Bisa jadi pada masa lalu, tinggi tumpukan kerang itu di atas 4 meter, dan letaknya sekitar 4,7 kilometer dari garis pantai dan muara. Namun, dari tepi Sungai Kawal atau dari Stejing tempat pondok menuju ke ( Bukit Kerang Kawal Darat ) BKKD jaraknya hanya sekitar 500 meter, dapat dicapai dari Kawal dengan mobil lewat jalan darurat di antara kebun-kebun kelapa sawit milik PT Tirta Madu.
Tidak ada transportasi umum menuju Bukit Kerang karena letaknya di tengah perkebunan kelapa sawit, dari jalan utama pun masih harus masuk jauh dan jalannya pun masih tanah merah kadang ada lubang-lubang genangan air, khas jalan-jalan di perkebunan sawit.
Masyarakat setempat selama ini lebih mengenal Bukit Kerang dengan Benteng Lanun (Benteng Bajak Laut). Namun setelah para arekolog menyimpulkan bahwa struktur kerang yang membukit tersebut merupakan peninggalan jaman purbakala, Bukit Kerang mulai difungsikan menjadi situs purbakal, hal ini juga dikuatkan dengan ditemukannya berbagai peninggalan seperti peralatan dapur dan kapak manusia di jaman pra sejarah tersebut.
Untuk memperluas Penemuan situs purbakala di Kawal tampaknya akan menjadi berkah tersendiri bagi warga Bintan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemkab Bintan sudah merencanakan untuk menjadikan kawasan ini sebagai objek wisata baru di Bintan, melengkapi sejumlah objek lain yang sudah ada. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan menjelaskan saat ini Pemkab Bintan sudah berencana membebaskan lahan warga di sekitar lokasi penemuan situs purbakala tersebut. Selanjutnya wisata budaya ini nantinya akan disejalankan dengan wisata hutan bakau di Bintan. Apalagi di jarak tak sampai 10 km dari lokasi, Pemkab Bintan sudah merencanakan untuk membangun dermaga feri internasional di Tanjungberakit yang nantinya turis asing bisa masuk ke kawasan bukit kerang melalui dermaga feri yang akan membuka rute ke Singapura.
Terlepas dari potensi wisata yang tengah mengintai itu, penemuan situs bukit kerang di Kawal ini sekaligus menjadi sebuah pintu masuk untuk kajian sejarah lebih mendalam yang  akan menjadi lokasi objek penelitian lanjutan para arkeolog Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar